top of page
Search
Writer's picturesramdhani

Melukis Toraja Dari Sudut Sesean

Updated: May 31, 2018

Sesean adalah sudut lain Toraja yang jauh dari hiruk pikuk perkotaan. Menyajikan alunan semesta yang saling berpadu menciptakan ketenangan.


Rangkaian pegunungan membentang luas di atas keloknya jalan aspal yang membelah sawah. Kanan dan kirinya dipenuhi pepohonan yang kokoh menjaga keseimbangan alam. Di sisi lain para petani sedang menuai padi, dengan baka dipunggungnya. Di setiap sudut jalan pun, tidak hentinya bangunan kayu beratap megah menarik perhatian. Sesekali, terlihat anak-anak dan orang tua duduk di depan halaman, siap menyapa dengan senyuman.


Itu adalah cara Toraja menyambut setiap orang yang ingin mengenalnya lebih dalam. Perjalanannya terus menyajikan kekaguman, antara alam yang menyatu dengan budaya setempat.


Konon, dewa-dewa bersemayam di negeri ini, melindungi siapa saja yang menjaga keharmonisan antara manusia dengan manusia, manusia dengan Tuhan, dan manusia dengan lingkungan. Melindungi pula setiap jengkal tanah penghuninya yang menyeimbangkan kehidupan dengan kematian kelak.


Disini, perjalanan tidak hanya menyoal jarak, tapi juga tuturan cerita unik yang mungkin tidak ditemukan di belahan lain. Sebuah deskripsi panjang yang tidak henti-hentinya membuat orang ingin datang melihatnya. Melihat keindahan alamnya, melihat keunikan budayanya.


Sampai tiba lah di sebuah kota kecil yang penuh cerita. Orang-orang menyebutnya Rantepao. Sekilas, kota ini sama seperti kebanyakan. Gedung-gedung berimpitan membentuk lanskap yang menunjukkan bahwa kota ini sedang tumbuh-tumbuhnya. Meski demikian, kota ini menjadi titik awal penjelajahan di Toraja yang masyarakat setempat menganalogikannya seperti bulatan bulan dan matahari. Artinya, negeri yang pemerintahan dan kemasyarakatannya merupakan kesatuan yang bulat bagaikan bulan dan matahari.


Dari Rantepao, terlihat rangkaian gunung membentang dari satu sudut ke sudut lainnya. Salah satu bagian puncak gunung itu diselimuti awan, tepatnya gunung tertinggi yang dari kejauhan terlihat paling berkuasa di antara gunung lainnya. Orang-orang menyebutnya Gunung Sesean.


Dalam sebuah catatan tua tahun 1914, milik seorang istri misionaris pertama di Toraja, Alida Petronella van de Loosdrecht, mengungkapkan[i]:


Kota kecil ini benar-benar indah....Hampir seindah Swiss....Pada hari yang sangat cerah kalian bisa melihat pohon-pohon kelapa disana-sini di puncak-puncak gunung. Di sanalah orang-orang Toraja tinggal, di Gunung Sesean yang tinggi…”

Sesean adalah sudut lain Toraja yang jauh dari hiruk pikuk perkotaan. Menyajikan alunan semesta yang saling berpadu menciptakan ketenangan.


Salah satu pemukiman penduduk di wilayah Sesean
Doc. Pribadi

Dari sudut Sesean, sawah-sawah terlihat menjulang seperti rangkaian puzzle. Bangunan khas Toraja bernama tongkonan berdiri berdampingan dengan batu-batu yang terhampar di tengah sawah. Pemandangan kota Rantepao pun terlihat menyemut dari Sesean.


Falsafah hidup Orang Toraja cukup terasa disini, kehidupan dan kematian saling berdampingan. Hunian ketika hidup dengan hunian ketika sudah mati tidak begitu berjarak. Di sepanjang lereng Sesean, terhampar bebatuan besar yang dijadikan makam. Batu itu dilubangi dan diberi pintu yang diukir dengan indah. Di depan pintu lubang pun tersimpan barang, bunga, atau bahkan makanan sebagai wujud penghormatan kerabat pada yang mati. Semakin tinggi jenasah dimakamkan maka semakin dekat pula jenasah itu menuju puya, surganya para leluhur. Dan Sesean adalah salah satu tempat tertinggi yang ideal untuk itu.


Sebenarnya, mendeskripsikan Sesean belumlah cukup jika tidak berbicara aktivitas orang-orang yang ada di dalamnya. Letak geografisnya yang berada di dataran tinggi, membentuk salah satu perekonomian penduduknya bergantung pada pohon kopi. Ketika nama Toraja diagungkan atas hasil kopinya yang mendunia. Sesean menjadi awal proses dimana kopi tumbuh dan diolah.


Tidaklah jauh dari tempat dimana pemandangan indah Toraja bisa dilihat, beberapa ratus meter ke atasnya terhampar pohon-pohon kopi berpadu dengan bambu yang melimpah. Tepatnya berada di kawasan Batutumonga.


Saat hari cerah, para petani kopi di Batutumonga ini terbiasa menyusuri kebun kopi melalui pendakian yang menantang. Mereka paham bahwa semakin tinggi kopi tumbuh, semakin tinggi pula kualitas yang dihasilkan. Disini, penikmatnya bisa belajar banyak dari apa yang diperjuangkan seorang petani kopi, alih-alih yang disajikan begitu saja di kota-kota besar.


Salah satu hasil kopi di Sesean
Doc. Pribadi

Setiap jejak kaki melangkah di perkebunan kopi Sesean, banyak cerita di dalamnya. Mulai dari sejarah kopi yang konon sudah ada jauh sebelum kedatangan kolonial di Toraja, sampai cerita rakyat dan mitologi yang masih hadir dalam kehidupan masyarakat. Sebagian orang disini dengan senang hati menceritakannya.

Di Toraja, kopi tidak hanya diungkapkan sebagai minuman semata, tapi juga pengantar dalam hubungan antarmanusia. Kopi menjadi simbol intim kehidupan, keramahtamahan, dan persahabatan dengan tamunya.


Tamu adalah saudara yang harus disuguhi. Begitu katanya. Dan kopi seperti kalimat pengantar dalam sebuah buku keakraban. Tak peduli itu pagi, siang, malam. Kopi tetap lah kopi yang larut dalam setiap sisi kehidupan Toraja.

Batutumonga terbiasa pula didatangi orang-orang yang ingin berteman dengan suasana pedesaan Toraja. Mereka melakukan pendakian dari kota hingga Batutumonga atau sebaliknya menuruni jalan menuju kota melalui salah satu dusun yang dinamakan Balandong.


Balandong masih berada di kawasan kaki Gunung Sesean. Suasana yang disajikan lebih dekat dengan kehidupan Toraja yang akrab dengan pertanian. Hamparan sawah berundak-undak, ditemani kabut pagi yang menghampiri bukit dipinggirnya. Terdapat banyak kelompok keluarga yang dicirikan oleh kepemilikan tongkonan. Sesekali duduk di bawah alang, yakni lumbung padi masyarakat Toraja, sembari memandang tebing menyerupai batu pahatan.


Dusun ini seakan menjadi pembatas kehidupan Sesean dengan perkotaan. Orang-orang di dalamnya selalu menyajikan senyuman. Tak jarang pula sapa hangat dari anak-anak Balandong, memberi energi baru bagi siapa saja yang hendak berkunjung. Berbagi rasa dan cerita di tengah keindahan alamnya.

Melihat indahnya Toraja tidak cukup hanya direnungkan, perlu ada pemahaman karena sejatinya antara Toraja dan budayanya dengan Toraja dan alamnya mengandung makna yang begitu dalam.


Itulah mengapa Sesean dilukis Sang Pencipta dengan penuh ketenangan.

[i] http://travel.kompas.com/read/2013/09/18/1446436/ Surat.Alida.dari.Lembah.Sesean

48 views0 comments

Recent Posts

See All

Comments


bottom of page